Tuesday 20 October 2009

perbankan syariah

Perbankan syariah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam. Perbankan syariah dalam istilah internasional dikenal sebagai Islamic Banking atau juga disebut dengan interest-free banking. Bank syariah pada awalnya dikembangkan sebagai sautu respon dari kelompok ekonom dan praktisi perbankan muslim yang berupaya mengakomodasi desakan dari berbagai pihak yang menginginkan agar tersedia jasa transaksi keuangan yang dilaksanakan sejalan dengan nilai moral dan prinsip-prinsip syariah Islam. Utamanya adalah berkaitan dengan pelarangan praktik riba, kegiatan maisir (spekulasi), dan gharar (ketidakjelasan).

Syariah Islam sebagai suatu syariah yang dibawa Rasulullah terakhir mempunyai keunikan tersendiri, yang bukan saja komprehensif tetapi juga universal. Komprehemsif, berarti syariah Islam merangkum seluruh aspek kehidupan baik ritual maupun sosial (ibadah maupun
muamalah). Universal, bermakna syariah Islam dapat diterapkan dalam setiap waktu dan tempat sampai hari akhir nanti. Universalitas akan nampak amat jelas terutama dalam bidang muamalah, dimana syariah Islam bukan saja luas dan fleksibel bahkan tidak memberikan special
treatment
bagi muslim yang membedakannya dari non muslim. Kenyataan tersebut tersirat dalam suatu ungkapan yang diriwayatkan oleh Sayyidina Ali,

…dalam bidang muamalah, kewajiban mereka adalah kewajiban kita, dan hak mereka adalah hak kita.”

Sifat muamalah ini dimungkinkan karena Islam mengenal hal yang diistilahkan sebagai tsawabit wa mutaghayyirat (prinsip dan variabel). Dalam sektor ekonomi, misalnya, yang merupakan prinsip adalah larangan riba, sistem bagi hasil, pengambilan keuntungan, pengenaan
zakat, dan lain-lain. Adapun contoh variabel adalah instrumen-instrumen untuk melaksanakan prinsip-prinsip tersebut. Tugas cendikiawan muslim sepanjang zaman adalah mengembangkan teknik penerapan prinsip-prinsip tersebut dalam variabel-variabel yang sesuai dengan situasi dan kondisi pada setiap masa.

Setiap lembaga keuangan syariah mempunyai falsafah mencari keridhaan Allah untuk memperoleh kebajikan di dunia dan akhirat. Terkait dengan lembaga perbankan, kegiatan yang harus dterapkan adalah :

1. Menjauhkan diri dari unsur riba

1. Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan di muka secara pasti, keberhasilan suatu usaha (Luqman : 34)

2. Menghindari penggunaan sistem presentase untuk pembebanan biaya terhadap utang atau pemberian imbalan, terhadap simpanan yang mengandung unsur
melipatgandakan secara otomatis hutang atau simpanan tersebut hanya karena berjalannya waktu (al-Imron : 130)

3. Menghindari penggunaan sistem perdagangan atau penyewaan barang ribawi dengan imbalan barang ribawi yang lainnya, dengan memeproleh kelebihan baik kuantitas maupun kualitas (HR. Muslim)

4. Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan di muka, tambahan atas hutang
yang bukan atas prakarsa yang mempunyai hutang secara sukarela (HR Muslim)

2. Menerapkan sistem bagi hasil dan perdagangan

Dengan mengacu pada Al-Qur’an,

…sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (al-Baqarah : 275)

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (an-Nisaa : 29)

Maka setiap transaksi kelembagaan syariah (perbankan) harus dilandasi atas dasar sistem bagi hasil dan perdagangan atau transaksinya didasari oleh adanya pertukaran antara uang dengan barang. Akibatnya pada kegiatan muamalah, berlaku prinsip ada barang atau jasa uang dengan barang, sehingga akan mendorong produksi barang atau jasa, medorong kelancaran arus barang atau jasa, dapat dihindari adanya penyalahgunaan kredit, spekulasi, dan inflasi.

Sejarah

a. Dunia

Perbankan syariah pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan embel-embel islam, karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan melihatnya sebagai gerakan fundamentalis. Pemimpin perintis usaha ini Ahmad El Najjar, mengambil bentuk sebuah bank simpanan yang berbasis profit sharing (pembagian laba) di kota Mit Ghamr pada tahun 1963. Eksperimen ini berlangsung hingga tahun 1967, dan saat itu sudah berdiri 9 bank dengan konsep serupa di Mesir. Bank-bank ini, yang tidak memungut maupun menerima bunga, sebagian besar berinvestasi pada usaha-usaha perdagangan dan industri secara langsung dalam bentuk partnership dan membagi keuntungan yang didapat dengan para penabung.

Masih di negara yang sama, pada tahun 1971, Nasir Social bank didirikan dan mendeklarasikan diri sebagai bank komersial bebas bunga. Walaupun dalam akta pendiriannya tidak disebutkan rujukan kepada agama maupun syariat islam.

Islamic Development Bank (IDB) kemudian berdiri pada tahun 1974 disponsori oleh negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam, walaupun utamanya bank tersebut adalah bank antar pemerintah yang bertujuan untuk menyediakan dana untuk proyek pembangunan di negara-negara anggotanya. IDB menyediakan jasa finansial berbasis fee dan profit sharing untuk negara-negara tersebut dan secara eksplisit menyatakan diri berdasar pada syariah islam.

Dibelahan negara lain pada kurun 1970-an, sejumlah bank berbasis islam kemudian muncul. Di Timur Tengah antara lain berdiri Dubai Islamic Bank (1975), Faisal Islamic Bank of Sudan (1977), Faisal Islamic Bank of Egypt (1977) serta Bahrain Islamic Bank (1979). Dia Asia-Pasifik, Phillipine Amanah Bank didirikan tahun 1973 berdasarkan dekrit presiden, dan di Malaysia tahun 1983 berdiri Muslim Pilgrims Savings Corporation yang bertujuan membantu mereka yang ingin menabung untuk menunaikan ibadah haji.

b. Indonesia

Di Indonesia pelopor perbankan syariah adalah Bank Muamalat Indonesia. Berdiri tahun 1991, bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Bank ini sempat terimbas oleh krisis moneter pada akhir tahun 90-an sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana kepada bank ini dan pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba. Saat ini keberadaan bank syariah di Indonesia telah di atur dalam Undang-undang yaitu UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan.

Hingga tahun 2007 terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara itu bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank diantaranya merupakan bank besar seperti Bank Negara Indonesia (Persero) dan Bank Rakyat Indonesia (Persero).

Sistem syariah juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat, saat ini telah berkembang 104 BPR Syariah.


Penulisan ini dibantu oleh beberapa sumber